Saturday, January 21, 2012

DASAR-DASAR AGRONOMI 2

BAB VI
PERTUMBUHAN , PERKEMBANGAN TANAMAN
DAN FAKTOR LINGKUNGAN

IV.1  Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan menunjukkan pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik yang mencerminkan pertambahan protoplasma mungkin karena ukuran dan jumlahnya bertambah.
Pertambahan protoplasma melalui reaksi dimana air, C02, dan garam-garaman
organik dirubah menjadi bahan hidup yang mencakup; pembentukan karbohidrat (proses tbtosintesis), pengisapan dan gerakan air dan hara (proses absorbs dan translokasi), penyusunan perombakan protein dan lemak dari elemen C dari persenyawaan organik (proses metabolisme) dan tenaga kimia yang dibutuhkan didapat dari respirasi.

IV.2  Perkembangan Tanaman
Perkembangan mencakup diferensiasi sel dan ditunjukkan oleh perubahan yang lebih tinggi menyangkut spesialisasi anatomi dan fisiologi.
Perkembangan dari tanaman bersel banyak, terlaksana dengan proses mitosis, sel-sel tertentu berperan dalam mengatur diferensiasi, pengaturan ini berlangsung dengan media "utusan kimia" yang ditunjukkan oleh pengatur pertumbuhan.   
Pengatur pertumbuhan adalah zat organik yang keaktifannya jauh berlipat seperti hormon yang dikenal adalah auksin, giberelin, dan citokinin. Perpanjangan sel, contoh dari diferensiasi anatomi yang secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi auksis, fototropisme, pembengkokan ke arah cahaya dari kecambah akibat penyebaran auxin yang tidak merata dan penghambatan sintesa auxin pada titik tumbuh oleh cahaya. Dominasi pucuk yaitu  penghambatan pada pertumbuhan tunas dibawahnya, nampaknya merupakan fungsi dari distribusi auxin.
Giberelin ditemukan dari studi mengenai pertumbuhan yang berlebihan dari padi yang diserang suatu jenis cendawan.
      Pengaruh pertumbuhan pada banyak tipe tanaman roset. Pemberian sedikit saja mengubah tipe semak ke tipe menjalar, pengaruh proses perkembangan terutama yang dikendalikan oleh suhu dan cahaya termasuk dormansi biji.
      Sitokinin kelompok zat kimia yang mempengaruhi pembelahan sel. Kebanyakan sitokinin adalah purin. Banyak kinin ditemukan dalam penelitian menyangkut kultur jaringan. Sel-sel yang sudah tidak membelah, bila diberi kinetin dapat membelah lagi. Kinin dan auksin berinteraksi dalam mempengaruhi diferensiasi. Konsentrasi auksin tinggi dan kinin rendah menimbulkan perkembangan tunas. Sitokinin terdapat dalam buah dan biji (misalnya endosperm jagung dan air kelapa)

IV.3  Fase -fase pertumbuhan dan karbohidrat
Fase vegetatif; terutama perkembangan akar, batang dan daun. Fase ini berhubungan dengan 3 proses : pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap pertama diferensiasi.
      Pembelahan sel, memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar, karena dinding sel terbentuk dari selulosa dan protoplasmanya dari gula. Pembelahan sel terjadi dalam jaringan merismatis pada titik tumbuh batang daun ujung akar dan kambium.
Perpanjangan sel terjadi pada pembesaran sel, proses ini membutuhkan;       (1) Pemberian air; (2) Hormon untuk merentangkan dinding sel; (3) Tersedianya gula.
Fase reproduktif: terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, buah dan biji atau pada pembesaran dan pendewasaan struktur penyimpan makanan.
Fase ini berhubungan dengan proses: (l) Pembelahan sel relatif sedikit;        (2) Pendewasaan jaringan; (3) Penebalan serabut; (4) Pembentukan hormon untuk perkembangan kuncup bunga; (5) Perkembangan kuncup bunga, buah dan biji serta alat penyimpan; (6) Pembentukan koloid hidrofilik.
Fase reproduktif ini memerlukan suplai karbohidrat, sehingga karbohidrat yang digunakan untuk perkembangan akar, batang, dan daun sebagian disisakan untuk perkembangan bunga, buah dan biji serta alat penyimpan.
Perimbangan rase vegetatif, reproduktif dan tipe pertumbuhan.
Umumnya semua tanaman memerlukan dominansi dari fase vegetatif selama tahap semai. Setelah tahap ini, dapat dibedakan ke dalam 3 kelompok:
a.  Tanaman berbatang basah yang memerlukan dominansi fase vegetatif
     selama tahap pertama hidupnya dan dominansi fase reproduktif selama
     masa akhir hidupnya.
b.  Tanaman berbatang basah yang tidak memerlukan dominansi dari kedua
     kedua fase vegetatif maupun reproduktif
c.  Tanaman berkayu yang memeriukan dominansi fase vegetatif selama
     tahap pertama tiap musim dan dominansi fase reproduktif selama bagian
     akhir musim.
IV.4  Faktor Lingkungan Dalam Kehidupan Tanaman
      Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman ialah faktor tanah, suhu, dan cahaya.
      Peranan tanah tergantung pada kondisi mineral organik, bahan organik tanah, organisme tanah, atmosfer tanah dan air tanah. Dalam hal ini tingkat kesuburan tanah (kimiawi, fisik, dan biologis) sangat menentukan pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman.
      Peranan suhu sebagai pengendali proses-proses fisik dan kimiawi yang selanjutnya akan mengendalikan reaksi biologi dalam tubuh tanaman. Misalnya suhu menentukan laju difusi dari gas dan zat cair dalam tanaman. Kecepatan reaksi kimia sangat dipengaruhi suhu, suhu makin tingg dalam batas tertentu reaksi makin cepat. Disamping itu suhu juga berpengaruh pada kestabilan sistem enzim.
      Cahaya matahari sebagai sumber energi primer di muka bumi, sangat menentukan kehidupan dan produksi tanaman. Pengaruh cahaya tergantung mutu berdasarkan panjang gelombang (antara panjang gelombang 0,4 – 0,7 milimikron). Sebagai sumber energi  pengaruh cahaya ditentukan oleh intensitas cahaya maupun lama penyinaran (panjang hari). Reaksi cahaya dari tanaman (fotosintesis, fototropisme, dan fotoperiodisitas) didasarkan atas reaksi fotokimia yang dilaksanakan oleh sistem pigmen spesifik.

BAB VII
PEMBIAKAN TANAMAN

        Tanaman perlu pembiakan dalam rangka mempertahankan jenisnya dan peningkatan produksinya. Ada dua cara pembiakan tanaman ialah: (1) Secara generatif/reproduktif (secara kawin) dengan menggunakan benih (biji yang memenuhi persyaratan sebagai bahan tanaman; (2) Secara vegetatif (secara tak kawin) dengan menggunakan organ vegetatif.
VII.1  Pembiakan Generatif
        Pembentukan biji melalui proses penyerbukan (jatuhnya tepung sari pada kepala putik) kemudian dilanjutkan dengan pembuahan (peleburan antara gamet jantan dari tepung sari dan gamet betina dari putik).
        Dalam kontek  agronomi, benih sebagai bahan tanaman merupakan biji yang diproduksi, diproses, dan diuji dengan metode standar sehingga memenuhi persyaratan sebgai bahan tanaman. Peran teknologi benih (merupakan rangkaian kegiatan sejak produksi, pemanenan, pengeringan, pengolahan/prosesing, pengujian sampai dengan sertifikasi benih) sangat strategis dalam rangka penyediaan benih bermutu dalam jumlah dan saat yang dibutuhkan.
        Sungguh disayangkan di Indonesia sampai dewasa ini perhatian sebagian besar masih terbatas pada benih ortodok, sedangkan perhatian pada benih rekalsitran masih reatif terbatas. Padahal mengingat keanekaragaman tanaman buah-buahan tropik yang ada, sangat potensial untuk dikembangkan.
VII.2  Pembiakan Vegetatif
        Cara pembiakan vegetatif meliputi: (1) Secara alami dengan penggunaan biji apomiktik (terbentuk tanpa pembuahan dan merupakan bentuk vegetatif) dan penggunaan organ-organ khusus tanaman (hasil modifikasi batang atau akar, misalnya: bulb, tuber, rhizome, dll); (2) Secara buatan dengan stimulasi akar dan tunas adventif ialah ”layerage”, ”cuttage”, atau setek, penyambungan tanaman dan kultur jaringan.
        Pada ”layerage” stimulasi saat organ vegetatif masih bersatu dengan tanaman, misalnya, ”layerage” di atas tanah (cangkokan). Stimulasi pada setek saat organ vegetatif sudah dipisahkan dari tanaman, misalnya setek akar, setek batang, setek daun, dan setek tunas/mata tunas.
Pengertian penyambungan adalah menyambung suatu bagian tanaman (pupuk/mata tunas) pada bagian tanaman lain sehingga menyatu dan tumbuh menjadi tanaman baru. Penyambungan tanaman bisa dalam bentuk ”grafting” (batang atas berupa pucuk), ”budding atau okulasi” (batang atas berupa mata tunas), susuan (saat penyambungan batang bawah dan atas masih pada tanaman masing-masing.
Salah satu keuntungan penyusuan tanaman adalah tingkat keberhasilannya lebih tinggi. Dibandingkan pada ”grafting” dan okulasi. Disamping itu daya adaptasi tanaman batang atas dapat lebih luas. Dibanding tanda batang bawah spesies tanaman lain. Apabila dalam budidaya tanaman ada kesulitan dalam menggunakan benih dan berbagai cara perbanyakan vegetatif, maka penggunaan bibit dari kultur jaringan dianggap jalan keluar yang perlu ditempuh.

BAB VIII
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN

Agronomi merupakan istilah yang tidak asing lagI di bidang pertanian. Istilah itu belakangan ini diartikan sebagai usaha dalam membudidayakan tanaman-tanaman pertanian atau sering disebut dengan budidaya pertanian. Dalam membudidayakan tanaman yang di dasar ialah produksi yang tinggi baik mutu maupun jumlahnya.
Dalam rangka mendapatkan produksi tinggi (jumlah dan mutu) perlu penerapan yang dikenal dengan panca usaha tani yang meliputi: (1) penyediaan bahan tanaman (benih/bibit) bermutu tinggi yang berasal dari klon/kultivar unggul; (2) pengolahan tanah; (3) pengairan; (4) pemupukan; (5) perlindungan tanaman.
VIII.1  Penyediaan Bahan Tanaman Bermutu Tinggi
Bahan tanam (benih/bibit yang bermutu tinggi) sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil panen yang tinggi. Bahan tanam merupakan suatu awal keberhasilan suatu proses produksi. Tidak ada gunanya kita memupuk, menyiangi dan menyiram apabila bahan tanamannya tidak bermutu tidak akan dapat diperoleh hasil panen yang maksimum.
Benih yang berkualitas adalah yang mempunyai sifat-sifat antara lain tingkat kemurnian genetik dan fisik yang tinggi, sehat dan kadar air aman dalam penyimpanan.
Kultivar unggul diperoleh dengan cara seleksi mutasi maupun persilangan antara tetua yang mempunyai sift-sifat genetik unggul.
Penggunaan kultivar unggul introduksi dari luar negeri, perlu diperhatikan  masalah adaptasinya. Yang ideal sifat-sifat unggul dari luar negeri dikombinasikan sifat unggul nasional/lokal, akan memperkaya plasma nutfah di dalam negeri.
Pemanfaatan kultivar unggul lokal yang sudah teruji daya adaptasinya, akan mendukung pelestarian dan pengembangan plasma nutfah dan merupakan salah satu faktor pendukung terwujudnya pertanian berkelanjutan. Kultivar unggul pada umumnya memerlukan unsur hara yang banyak, agar dapat memberikan hasil sesuai potensinya. Yang perlu segera dikembangkan adalah kultivar-kultivar unggul hemat unsur hara (tidak manja). Dengan demikian akan menghemat sumber daya alam bahan pupuk.
VIII.2  Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan: untuk menyediakan lahan agar siap bagi kehidupan tanaman dengan meningkatkan kondisi fisik tanah. Karena tanah merupakan faktor lingkungan yang mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbub padanya.
Faktor lingkungan tanah meliputi:
*   Faktor fisik (air, udara, struktur tanah serta suhu)
*   Faktor kimiawi (kemampuan tanah dalam menyediakan nutrisi)
*   Faktor biologis (makro/mikro flora dan makro/mikro fauna)
        Pelaksanaan pengolahan tanah pada prinsipnya adalah tindakan pembalikan, pemotongan, penghancuran, dan perataan tanah. Struktur tanah yang semula padat diubah menjadi gembur, sehingga sesuai bagi perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman. Bagi lahan basah sasaran yang ingin dicapai adalah lumpur halus, yang sesuai bagi perkecambahan benh dan perkembangan akar tanaman. Alat pengolahan tanah mulai yang tradisional sampai modern (mekanisasi).
        Berdasarkan tingkat intensifitasnya ada beberapa pengolahan tanah:
1.    Pengolahan tanah O (Zero Tillage) sering disebut Tanpa Olah Tanah (TOT). Penaburan benih kedelai pada lahan sawah bekas padi tanpa pengolahan tanah terlebih dulu, untuk memanfaatkan kelembaban tanah.
2.    Pengolahan tanah minimum (Mimimum Tillage). Bagian tanah yang diloah hanya pada calon zona perakaran dengan kelembaban dan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3.    Pengolahan tanah optimum (Optimum Tillage). Pengolahan hanya dilakukan pada lajur tanaman saja (sistem Reynoso untuk tanaman tebu).
4.    Pengolahan tanah maksimum (Maximum Tillage). Pengolahan secara intensif seluruh areal pertanahan menjadi gembur dan permukaan tanah rata.
Makin minim (tidak intensif) cara pengolahan tanah, akan makin mampu menangkal erosi. Dengan demikian makin mendukung kelestarian kesuburan tanah disamping lebih menghemat biaya dan waktu.
VIII.3  Pengairan
        Pengairan mengandung arti memanfaatkan dan menambah sumber air dalam tingkat tersedia bagi kehidupan tanaman. Apabila air terdapat berlebihan dalam tanah maka perlu dilakukan pembuangan (drainase), agar tidak mengganggu kehidupan tanaman.
        Pengairan pada tanaman dapat dilakukan dengan cara: (1) Pengairan di atas tanah; (2) Pengairan di dalam tanah (sub irrigation); (3) Pengairan denagn penyemprotan (sprinkler irrigation); dan (4) Pengairan tetes (drip irrigation).     
Pengairan permukaan menggunakan selokan dengan aliran lambat agar tidak terjadi erosi berat. Penggenangan kontur dilakukan bila tanah cukup kemiringannya, sehingga terjadi genangan yang bertingkat tingginya karena dibatasi dengan galengan yang bertahap dan teratur. Laju pemberian air hendaknya berkesinambungan dengan bagian tanah yang dapat menyerapnya, oleh karenanya frekuensi pengairan akan efektif bila diberikan sebelum kelembaban tanah menjadi penghambat pertumbuhan tanaman.
Dalam keadaan tanah kering maka pemberian air dapat berjumlah lebih banyak dibanding pada tanah basah. Tanah yang memperoleh air pengairan, maka air dapat masuk ke dalam tanah (inflitrasi) dan air dapat lalu lewat tanah itu (perkolasi). Dalam air pengairan dikenal istilah air bebas yaitu air yang tidak diikat dan lalu dengan bebas kebawah karena gaya gravitasi. Bila sebagian air tetap didalam pori-pori tanah maka disebut air kapiler yang terikat dalam pori tersebut oleh tekanan permukaan dan daya adesinya. Air kapiler dan air bebas ini keduanya dapat dipergunakan oleh tanaman. Penggunaan air tersebut juga tergantung dari banyaknya akar, dan laju pengambilan air meningkat dengan makin meningkatnya kekeringan.
Mengingat makin terbatasnya sumber air, maka langkah-langkah penghematan (peningkatan keefisienan) penggunaan air dalam budidaya tanaman, perlu dilakukan secara simultan dan terus menerus. Langkah-langkah tersebut antara lain melalui pergiliran tanaman (padi dan palawija/sayuran di lahan sawah), pemanfaatan mulsa (diutamakan mulsa organik) di laahn kering pada musim kemarau, sistem tanpa olah tanah (TOT) di akhir musim hujan, pemanfaatan air tanah, penerapan pengairan tetes, dll. Dengan langkah-langkah tersebut kelestarian sunber daya alam air akan lebih terjamin.
VIII.4  Pemupukan
        Tujuan pemupukan adalah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil tanaman. Pemupukan diberikan pada saat tanaman menunjukkan sejumlah kebutuhan unsur hara agar diperoleh keefisienan yang maksimal.
        Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara ditugal, disebar di atas tanah atau di sebelah tanaman, sedangkan pemberian pupuk daun.
        Dengan cara menyemprotkan pada daun, bersama air disemprotkan sebagai perlakuan tambahan. Pemupukan secara disebar mempunyai kelemahan bahwa pupuk mudah menguap ataupun terikat dalam tanah. Sebenarnya tanah merupakan sumber unsur-unsur hara. Suatu hasil yang tinggi dari tanaman akan mengangkut keluar unsur lebih banyak daripada tanaman yang berdaya hasil rendah.
        Unsur-unsur esensial yaitu unsur penting bila ditiadakan maka pertumbuhan tanaman dapat terhenti. Pada saat kekurangan nampak gejala defisiensi, dan fungsi unsur tertentu tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur esensial makro ialah unsur penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak agar siklus hidupnya tidak terhenti seperti N, P, K, Ca, Mg, H dan O, sedangkan unsur esensial mikro ialah
unsur penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit agar siklus hidupnya tidak terhenti, meliputu Fe, Mn, Zn, Cu, Cl, Mo dan B.
        Konsekuensi penggunaan kultivar unggul berpotensi hasil tinggi (terutama kultivar ”manja”) adalah pemberian pupuk dalam jumlah banyak. Apabila yang digunakan pupuk anorganik dan diberikan terus-menerus tanpa diimbangi pupuk organik, maka akan menyebabkan kerusakan fisik dan keseimbangan hayati tanah. Kesehatan dan produktivitas tanah cenderung menurun sehingga menjadi kendala terwujudnya pertanian berkelanjutan.
        Dalam rangka melestarikan kesuburan tanah (kimiawi, fisik dan hayati) dan mencegah pencemaran air tanah, maka sistem pemupukan hayati perlu ditingkatkan dan dikembangkan karena efeknya yang ramah lingkungan. Pendekatannya dengan pemanfaatan input lokal (pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk kascing, pupuk guano, dll) dan input luar yang ramah lingkungan misalnya pemanfaatan bakteri Rhizobium (pada kacang-kacangan), cendawan Micoriza (pada padi-padian) dan pupuk organik cair.
Peletakan Pupuk
Pupuk Nitrogen yang dalam bentuk mudah larut, perlu diletakkan dekat dengan biji tanaman sebagai pemacu tumbuh. Bila pemberian secara sebar maka kemungkinan penguapan cukup besar dan dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan gulma. Pada tanah basah yang memudahkan pupuk N mudah menguap maka dapat diatasi dengan peletakan yang agak dalam.
Pupuk Fosfor, yang diberikan dalam bentuk fosfat dapat larut dalam air tanah asam merupakan pemupukan yang cukup efisien bila diberikan secara jalur.
Pupuk Kalium, peletakan yang terlalu dekat dari pupuk kalium khiorida akan menyebabkan kerusakan asmotik pada biji tanaman.
Pupuk Daun, pada umumnya diberikan bagi pupuk yang mengandung unsur mikro seperti Fe, Cu dan Mn. Namun penyemprotan pupuk N juga dilakukan pada tanaman yang sudah tumbuh lanjut.
VIII.5  Perlindungan Tanaman
        Pada budidaya tanaman faktor organisme pengganggu tanaman (OPT) baik berupa hama (insekta, tikus, burung jenis tertentu, dll) dan mikroba penyebab penyakit (cendawan, bakteri, virus) sebagai perusak (secara fisik, kimiawi, dan biologik) maupun gulma sebagai kompetitor tanaman (persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, energi cahaya matahari, CO2, O2, ruang hidup) disertai zat allelopati yang dikeluarkannya, sangat menentukan tingkat produksi dalam jumlah maupun mutu. Tingkat dampak gangguan pada tanaman sejak yang paling ringan berupa hambatan pertumbuhan/perkembangan, penurunan produk (jumlah dan mutu), kerusakan fatal sehingga gagal panen (ledakan hama tikus di era enam puluhan dan hama wereng di era tahun tujuh puluhan pada tanaman padi) bahkan kematian total tanaman (ledakan hama kutu loncat pada lamtoro local di era tahun delapan puluhan).
        Kejadian tersebut di atas minimal suatu ilustrasi tentang besarnya tingkat gangguan pada keseimbangan hayati di alam, sehingga populasi musuh alam (antara lain predator dan parasit) sudah tidak seimbang lagi dengan populasi hama-hama tersebut di atas. Kondisi tersebut dipicu terutama oleh penggunaan pestisida kimia murni yang tidak terkendali, sehingga pencemaran atmosfer akan menekan kehidupan musuh-musuh alami hama.
        Beberapa cara pengendalian organisme pengganggu yang dikenal antara lain: (1) Cara teknik budidaya dititikberatkan pengurangan populasi musuh alami (menghilangkan tanaman/bagian yang terserang, pergiliran tanaman, pengaturan populasi tanaman, karantina tanaman/tumbuhan, tanaman campuran); (2) Cara fisik (menghilangkan binatang hama dari tanaman, pencabutan gulma, penggunaan zat penarik, penggunaan penangkap hama, perlakuan panas untuk penyebab penyakit); (3) Cara hayati (pemanfaatan predator dan parasit, penggunaan tanaman resisten, pemanfaatan binatang pengusir hama); (4) Cara kimiawi dengan pestisida kimia murni di satu sisi positifnya adalah efek lebih cepat tampak dan praktis dalam penanganan. Tetapi aplikasi yang tidak tepat (takaran, cara, intensitas dan saat) justru dampak negatifnya akan dirasakan jangka panjang dalam bentuk pencemaran (atmosfer, tanah dan air), residu pada produk tanaman, keracunan pada manusia dan hewan, resistensi pada hama dan penyebab penyakit. Cara pengendalian inilah yang sangat mengancam kelestarian sumber daya alam keseimbangan hayat di alam. Penggunaan cara kimia tersebut sebaiknya dilakukan apabila cara lain yang lebih ramah lingkungan kurang berhasil. Penggunaan dan pengembangan pestisida hayat dianggap dapat menutup kelemahan pestisida kimia murni.
Budidaya tanaman ganda
1.  Multiple Cropping
Penanaman lebih dari jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun, yang termasuk dalam sistem tanaman ganda yaitu Inter Cropping, Mixed Cropping dan Relay Cropping.
a. Inter Cropping
Penanaman serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan berselang-seling pada sebidang tanah yang sama. Sebagai contoh tumpang sari antara Sorghum dan tanaman kacang tunggak dan antara tanaman ubi kayu dan jagung atau kacang tanah.
b. Mixed Cropping
Penanaman dua atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada sebidang lahan yang sama. Sistem tanam campuran lebih banyak diterapkan dalam usaha pengendalian hama dan penyabab penyakit.
c. Relay Cropping
Penanaman sisipan adalah penanaman suatu jenis tanaman kedalam pertanaman yang ada sebelum tanaman yang ada tersebut dipanen, atau dengan istilah lain suatu bentuk tumpang sari dimana tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama.
Sebagai contoh : padi gogo dan jagung ditanam bersamaan kemudian ubi kayu ditanam sebagai tanaman sela satu belan atau lebih sesudahnya.
2.  Sequantial Cropping
Penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang lahan dalam satu tahun, dimana tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian juga kalau ada tanaman ketiga, tanaman ditanam setelah tanaman kedua dipanen.

DAFTAR PUSTAKA

Asparno Mardjuki, 1990, Pertanian dan Masalahnya, Andi Offset, Yogyakarta
Gardner, F.P., R. Brent Pearce dan Roger Mitchell, 1991, Fisiologi Tanaman Budidaya, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Harjadi, Sri Setyati, 1982, Pengantar Agronomi, PT. Gramedia, Jakarta
Hasan Basri Jumin, 1991, Dasar-dasar Agronomi, CV. Rajawali, Jakarta
Hendarto Kuswanto, 2003, Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Yusnita, 2003, Kultur Jaringan, Agromedia, Pustaka, Jakarta
Kamil, J, 1982, Teknologi Benih I, Universitas Andalas, Padang
Mahida, U.N., 1984, Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Kata Pengantar Otto Soemarwoto, Penerbit CV. Radjawali, Jakarta
Moenandir, J., 1994, Agronomi, Fakultas Pertanian, UNIBRAW, Malang
Nuryadi, 1978, Kumpulan Makalah Lokakarya, Pola Tanam Tumpanggilir, Cipayung
Orchard, P.W. and D.C. Goodwin, 1979, Environmental Factors, Plant and Crop Growth, University of New England (AAUCS)
Rachman Sutanto, 2002, Penerapan Pertanian Organik, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Reijntjes, Coen., Bertus Haverkort dan Ann Waters Bayer, Pertanian Masa Depan, Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Rinsema, W.T., 1983, Pupuk dan Cara Pemupukan, Terj. H.M. Saleh, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta
Rochiman, Koesriningroem dan Sri Setyati Harjadi, 1973, Pembiakan Vegetatif, Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Sadjad, S., 1976, Agronomi Umum, Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1992, Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company, Belmont, California


No comments:

Post a Comment