BAB VI
PERTUMBUHAN , PERKEMBANGAN TANAMAN
DAN FAKTOR LINGKUNGAN
IV.1 Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan
menunjukkan pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik yang mencerminkan pertambahan protoplasma
mungkin karena ukuran dan jumlahnya
bertambah.
Pertambahan
protoplasma melalui reaksi dimana air, C02, dan garam-garaman
organik dirubah menjadi bahan hidup yang mencakup;
pembentukan karbohidrat (proses tbtosintesis), pengisapan dan gerakan air dan
hara (proses absorbs dan translokasi), penyusunan perombakan protein dan lemak
dari elemen C dari persenyawaan
organik (proses metabolisme) dan tenaga kimia yang dibutuhkan didapat dari
respirasi.
IV.2 Perkembangan Tanaman
Perkembangan
mencakup diferensiasi sel dan ditunjukkan oleh perubahan yang lebih tinggi
menyangkut spesialisasi anatomi dan fisiologi.
Perkembangan
dari tanaman bersel banyak, terlaksana dengan proses mitosis, sel-sel tertentu berperan dalam
mengatur diferensiasi, pengaturan ini berlangsung dengan media "utusan kimia" yang ditunjukkan oleh pengatur
pertumbuhan.
Pengatur
pertumbuhan adalah zat organik yang keaktifannya jauh berlipat seperti hormon
yang dikenal adalah auksin, giberelin, dan citokinin. Perpanjangan sel, contoh
dari diferensiasi anatomi yang secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi
auksis, fototropisme, pembengkokan ke arah cahaya dari kecambah akibat
penyebaran auxin yang tidak merata dan penghambatan sintesa auxin pada titik
tumbuh oleh cahaya. Dominasi pucuk yaitu
penghambatan pada pertumbuhan tunas dibawahnya, nampaknya merupakan
fungsi dari distribusi auxin.
Giberelin ditemukan dari
studi mengenai pertumbuhan yang berlebihan dari padi yang diserang suatu jenis
cendawan.
Pengaruh pertumbuhan pada banyak tipe tanaman roset. Pemberian
sedikit saja mengubah tipe semak ke tipe menjalar, pengaruh proses perkembangan
terutama yang dikendalikan oleh suhu dan cahaya termasuk dormansi biji.
Sitokinin kelompok zat kimia yang mempengaruhi
pembelahan sel. Kebanyakan sitokinin adalah purin. Banyak kinin ditemukan dalam
penelitian menyangkut kultur jaringan. Sel-sel yang sudah tidak
membelah, bila diberi kinetin dapat membelah lagi. Kinin dan auksin
berinteraksi dalam mempengaruhi diferensiasi. Konsentrasi auksin tinggi dan kinin rendah menimbulkan
perkembangan tunas. Sitokinin terdapat dalam buah dan biji (misalnya endosperm
jagung dan air kelapa)
IV.3 Fase -fase pertumbuhan dan karbohidrat
Fase
vegetatif; terutama perkembangan akar, batang dan daun. Fase ini berhubungan
dengan 3 proses : pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap pertama diferensiasi.
Pembelahan
sel, memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar, karena dinding sel terbentuk
dari selulosa dan protoplasmanya dari gula. Pembelahan sel terjadi dalam
jaringan merismatis pada titik tumbuh batang daun ujung akar dan kambium.
Perpanjangan sel terjadi pada pembesaran sel,
proses ini membutuhkan; (1)
Pemberian air; (2) Hormon untuk merentangkan dinding sel; (3) Tersedianya gula.
Fase
reproduktif: terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, buah dan
biji atau pada pembesaran dan pendewasaan struktur penyimpan makanan.
Fase
ini berhubungan dengan proses: (l) Pembelahan sel relatif sedikit; (2) Pendewasaan jaringan; (3)
Penebalan serabut; (4) Pembentukan hormon untuk perkembangan kuncup bunga; (5)
Perkembangan kuncup bunga, buah dan biji serta alat penyimpan; (6) Pembentukan
koloid hidrofilik.
Fase
reproduktif ini memerlukan suplai karbohidrat, sehingga karbohidrat yang
digunakan untuk perkembangan akar, batang, dan daun sebagian disisakan untuk
perkembangan bunga, buah dan biji
serta alat penyimpan.
Perimbangan rase vegetatif, reproduktif dan tipe
pertumbuhan.
Umumnya semua tanaman memerlukan dominansi dari
fase vegetatif selama tahap semai. Setelah tahap ini, dapat dibedakan ke dalam
3 kelompok:
a. Tanaman berbatang basah yang
memerlukan dominansi fase vegetatif
selama
tahap pertama hidupnya dan dominansi fase reproduktif selama
masa
akhir hidupnya.
b. Tanaman
berbatang basah yang tidak memerlukan dominansi dari kedua
kedua
fase vegetatif maupun reproduktif
c. Tanaman berkayu yang memeriukan dominansi
fase vegetatif selama
tahap pertama tiap musim dan dominansi
fase reproduktif selama bagian
akhir musim.
IV.4 Faktor Lingkungan Dalam Kehidupan Tanaman
Beberapa faktor
lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman ialah
faktor tanah, suhu, dan cahaya.
Peranan
tanah tergantung pada kondisi mineral organik, bahan organik tanah, organisme
tanah, atmosfer tanah dan air tanah. Dalam hal ini tingkat kesuburan tanah
(kimiawi, fisik, dan biologis) sangat menentukan pertumbuhan, perkembangan dan
produksi tanaman.
Peranan
suhu sebagai pengendali proses-proses fisik dan kimiawi yang selanjutnya akan
mengendalikan reaksi biologi dalam tubuh tanaman. Misalnya suhu menentukan laju
difusi dari gas dan zat cair dalam tanaman. Kecepatan
reaksi kimia sangat dipengaruhi suhu, suhu makin tingg dalam batas tertentu
reaksi makin cepat. Disamping itu suhu juga berpengaruh pada kestabilan sistem
enzim.
Cahaya
matahari sebagai sumber energi primer di muka bumi, sangat menentukan kehidupan
dan produksi tanaman. Pengaruh cahaya tergantung mutu berdasarkan
panjang gelombang (antara panjang gelombang 0,4 – 0,7 milimikron). Sebagai
sumber energi pengaruh cahaya
ditentukan oleh intensitas cahaya maupun lama penyinaran (panjang hari). Reaksi
cahaya dari tanaman (fotosintesis, fototropisme, dan fotoperiodisitas)
didasarkan atas reaksi fotokimia yang dilaksanakan oleh sistem pigmen spesifik.
BAB VII
PEMBIAKAN TANAMAN
Tanaman
perlu pembiakan dalam rangka mempertahankan jenisnya dan peningkatan
produksinya. Ada dua cara pembiakan tanaman ialah: (1) Secara
generatif/reproduktif (secara kawin) dengan menggunakan benih (biji yang memenuhi
persyaratan sebagai bahan tanaman; (2) Secara vegetatif (secara tak kawin)
dengan menggunakan organ vegetatif.
VII.1 Pembiakan Generatif
Pembentukan biji melalui proses penyerbukan (jatuhnya tepung sari pada
kepala putik) kemudian dilanjutkan dengan pembuahan (peleburan antara gamet
jantan dari tepung sari dan gamet betina dari putik).
Dalam
kontek agronomi, benih sebagai bahan
tanaman merupakan biji yang diproduksi, diproses, dan diuji dengan metode
standar sehingga memenuhi persyaratan sebgai bahan tanaman. Peran teknologi
benih (merupakan rangkaian kegiatan sejak produksi, pemanenan, pengeringan,
pengolahan/prosesing, pengujian sampai dengan sertifikasi benih) sangat
strategis dalam rangka penyediaan benih bermutu dalam jumlah dan saat yang dibutuhkan.
Sungguh
disayangkan di Indonesia sampai dewasa ini perhatian sebagian besar masih
terbatas pada benih ortodok, sedangkan perhatian pada benih rekalsitran masih
reatif terbatas. Padahal mengingat keanekaragaman tanaman buah-buahan tropik
yang ada, sangat potensial untuk dikembangkan.
VII.2 Pembiakan Vegetatif
Cara
pembiakan vegetatif meliputi: (1) Secara alami dengan penggunaan biji apomiktik
(terbentuk tanpa pembuahan dan merupakan bentuk vegetatif) dan penggunaan
organ-organ khusus tanaman (hasil modifikasi batang atau akar, misalnya: bulb,
tuber, rhizome, dll); (2) Secara buatan dengan stimulasi akar dan tunas
adventif ialah ”layerage”, ”cuttage”, atau setek, penyambungan tanaman dan
kultur jaringan.
Pada
”layerage” stimulasi saat organ vegetatif masih bersatu dengan tanaman,
misalnya, ”layerage” di atas tanah (cangkokan). Stimulasi pada setek saat organ
vegetatif sudah dipisahkan dari tanaman, misalnya setek akar, setek batang,
setek daun, dan setek tunas/mata tunas.
Pengertian penyambungan adalah
menyambung suatu bagian tanaman (pupuk/mata tunas) pada bagian tanaman lain
sehingga menyatu dan tumbuh menjadi tanaman baru. Penyambungan tanaman bisa
dalam bentuk ”grafting” (batang atas berupa pucuk), ”budding
atau okulasi” (batang atas berupa mata tunas), susuan (saat penyambungan
batang bawah dan atas masih pada tanaman masing-masing.
Salah satu keuntungan penyusuan
tanaman adalah tingkat keberhasilannya lebih tinggi. Dibandingkan pada
”grafting” dan okulasi. Disamping itu daya adaptasi tanaman batang atas dapat
lebih luas. Dibanding tanda batang bawah spesies tanaman lain. Apabila dalam
budidaya tanaman ada kesulitan dalam menggunakan benih dan berbagai cara
perbanyakan vegetatif, maka penggunaan bibit dari kultur jaringan dianggap
jalan keluar yang perlu ditempuh.
BAB VIII
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN
Agronomi
merupakan istilah yang tidak asing lagI di bidang pertanian. Istilah itu
belakangan ini diartikan sebagai usaha dalam membudidayakan tanaman-tanaman
pertanian atau sering disebut dengan budidaya pertanian. Dalam membudidayakan
tanaman yang di dasar ialah produksi yang tinggi baik mutu maupun jumlahnya.
Dalam rangka mendapatkan produksi
tinggi (jumlah dan mutu) perlu penerapan yang dikenal dengan panca usaha tani
yang meliputi: (1) penyediaan bahan tanaman (benih/bibit) bermutu tinggi yang
berasal dari klon/kultivar unggul; (2) pengolahan tanah; (3) pengairan; (4)
pemupukan; (5) perlindungan tanaman.
VIII.1 Penyediaan Bahan Tanaman Bermutu Tinggi
Bahan
tanam (benih/bibit yang bermutu tinggi) sangat diperlukan untuk mendapatkan
hasil panen yang tinggi. Bahan tanam merupakan suatu awal keberhasilan suatu
proses produksi. Tidak ada gunanya kita memupuk, menyiangi dan menyiram apabila
bahan tanamannya tidak bermutu tidak
akan dapat diperoleh hasil panen yang maksimum.
Benih
yang berkualitas adalah yang mempunyai sifat-sifat antara lain tingkat
kemurnian genetik dan fisik yang tinggi, sehat dan kadar air aman dalam
penyimpanan.
Kultivar
unggul diperoleh dengan cara seleksi mutasi maupun persilangan antara tetua yang
mempunyai sift-sifat genetik unggul.
Penggunaan
kultivar unggul introduksi dari luar negeri, perlu diperhatikan masalah adaptasinya. Yang
ideal sifat-sifat unggul dari luar negeri dikombinasikan sifat unggul
nasional/lokal, akan memperkaya plasma nutfah di dalam negeri.
Pemanfaatan
kultivar unggul lokal yang sudah teruji daya adaptasinya, akan mendukung
pelestarian dan pengembangan plasma nutfah dan merupakan salah satu faktor
pendukung terwujudnya pertanian berkelanjutan. Kultivar unggul pada umumnya memerlukan
unsur hara yang banyak, agar dapat memberikan hasil sesuai potensinya. Yang
perlu segera dikembangkan adalah kultivar-kultivar unggul hemat unsur hara
(tidak manja). Dengan demikian akan menghemat sumber daya alam bahan pupuk.
VIII.2 Pengolahan Tanah
Pengolahan
tanah bertujuan: untuk menyediakan lahan agar siap bagi kehidupan tanaman
dengan meningkatkan kondisi fisik tanah. Karena tanah merupakan faktor lingkungan yang mempunyai
hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbub padanya.
Faktor lingkungan tanah meliputi:
Faktor fisik (air, udara,
struktur tanah serta suhu)
Faktor kimiawi (kemampuan tanah
dalam menyediakan nutrisi)
Faktor biologis (makro/mikro
flora dan makro/mikro fauna)
Pelaksanaan
pengolahan tanah pada prinsipnya adalah tindakan pembalikan, pemotongan,
penghancuran, dan perataan tanah. Struktur tanah yang semula
padat diubah menjadi gembur, sehingga sesuai bagi perkecambahan benih dan
perkembangan akar tanaman. Bagi lahan basah sasaran yang ingin dicapai adalah
lumpur halus, yang sesuai bagi perkecambahan benh dan perkembangan akar
tanaman. Alat pengolahan tanah mulai yang tradisional sampai modern
(mekanisasi).
Berdasarkan
tingkat intensifitasnya ada beberapa pengolahan tanah:
1. Pengolahan tanah O (Zero Tillage) sering disebut Tanpa Olah Tanah (TOT).
Penaburan benih kedelai pada lahan sawah bekas padi tanpa pengolahan tanah
terlebih dulu, untuk memanfaatkan kelembaban tanah.
2. Pengolahan tanah minimum (Mimimum Tillage). Bagian tanah yang diloah hanya
pada calon zona perakaran dengan kelembaban dan suhu yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3. Pengolahan tanah optimum (Optimum Tillage). Pengolahan hanya dilakukan pada
lajur tanaman saja (sistem Reynoso untuk tanaman tebu).
4. Pengolahan tanah maksimum (Maximum Tillage). Pengolahan secara intensif
seluruh areal pertanahan menjadi gembur dan permukaan tanah rata.
Makin
minim (tidak intensif) cara pengolahan tanah, akan makin mampu menangkal erosi.
Dengan demikian makin mendukung kelestarian kesuburan tanah disamping lebih menghemat
biaya dan waktu.
VIII.3 Pengairan
Pengairan
mengandung arti memanfaatkan dan menambah sumber air dalam tingkat tersedia
bagi kehidupan tanaman. Apabila air terdapat berlebihan dalam tanah maka perlu
dilakukan pembuangan (drainase), agar tidak mengganggu kehidupan tanaman.
Pengairan
pada tanaman dapat dilakukan dengan cara: (1) Pengairan di atas tanah; (2)
Pengairan di dalam tanah (sub irrigation); (3) Pengairan denagn penyemprotan
(sprinkler irrigation); dan (4) Pengairan tetes (drip irrigation).
Pengairan
permukaan menggunakan selokan dengan aliran lambat agar tidak terjadi erosi
berat. Penggenangan kontur dilakukan bila tanah cukup kemiringannya, sehingga
terjadi genangan yang bertingkat tingginya karena dibatasi dengan galengan yang
bertahap dan teratur. Laju pemberian air hendaknya berkesinambungan dengan
bagian tanah yang dapat menyerapnya, oleh karenanya frekuensi pengairan akan
efektif bila diberikan sebelum kelembaban tanah menjadi penghambat pertumbuhan
tanaman.
Dalam
keadaan tanah kering maka pemberian air dapat berjumlah lebih banyak dibanding
pada tanah basah. Tanah yang memperoleh air pengairan, maka air dapat masuk ke
dalam tanah (inflitrasi) dan air dapat lalu lewat tanah itu (perkolasi). Dalam
air pengairan dikenal istilah air bebas yaitu air yang tidak diikat dan lalu
dengan bebas kebawah karena gaya gravitasi. Bila sebagian air tetap didalam
pori-pori tanah maka disebut air kapiler yang terikat dalam pori tersebut oleh
tekanan permukaan dan daya adesinya. Air kapiler dan air bebas ini keduanya
dapat dipergunakan oleh tanaman. Penggunaan air tersebut juga tergantung dari
banyaknya akar, dan laju pengambilan air meningkat dengan makin meningkatnya
kekeringan.
Mengingat
makin terbatasnya sumber air, maka langkah-langkah penghematan (peningkatan
keefisienan) penggunaan air dalam budidaya tanaman, perlu dilakukan secara
simultan dan terus menerus. Langkah-langkah tersebut antara lain melalui
pergiliran tanaman (padi dan palawija/sayuran di lahan sawah), pemanfaatan
mulsa (diutamakan mulsa organik) di laahn kering pada musim kemarau, sistem
tanpa olah tanah (TOT) di akhir musim hujan, pemanfaatan air tanah, penerapan
pengairan tetes, dll. Dengan langkah-langkah tersebut kelestarian sunber daya
alam air akan lebih terjamin.
VIII.4 Pemupukan
Tujuan
pemupukan adalah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil tanaman. Pemupukan
diberikan pada saat tanaman menunjukkan sejumlah kebutuhan unsur hara agar
diperoleh keefisienan yang maksimal.
Pemberian
pupuk padat dilakukan dengan cara ditugal, disebar di atas tanah atau di
sebelah tanaman, sedangkan pemberian pupuk daun.
Dengan
cara menyemprotkan pada daun, bersama air disemprotkan sebagai perlakuan
tambahan. Pemupukan secara disebar mempunyai kelemahan bahwa pupuk mudah
menguap ataupun terikat dalam tanah. Sebenarnya tanah merupakan sumber
unsur-unsur hara. Suatu hasil yang tinggi dari tanaman akan mengangkut keluar
unsur lebih banyak daripada tanaman yang berdaya hasil rendah.
Unsur-unsur
esensial yaitu unsur penting bila ditiadakan maka pertumbuhan tanaman dapat
terhenti. Pada saat kekurangan nampak gejala defisiensi, dan fungsi unsur tertentu tidak
dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur esensial makro ialah unsur penting yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak agar siklus hidupnya tidak terhenti
seperti N, P, K, Ca, Mg, H dan O, sedangkan unsur esensial mikro ialah
unsur penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
sedikit agar siklus hidupnya tidak terhenti, meliputu Fe, Mn, Zn, Cu, Cl, Mo
dan B.
Konsekuensi
penggunaan kultivar unggul berpotensi hasil tinggi (terutama kultivar ”manja”)
adalah pemberian pupuk dalam jumlah banyak. Apabila yang digunakan pupuk
anorganik dan diberikan terus-menerus tanpa diimbangi pupuk organik, maka akan
menyebabkan kerusakan fisik dan keseimbangan hayati tanah. Kesehatan dan
produktivitas tanah cenderung menurun sehingga menjadi kendala terwujudnya
pertanian berkelanjutan.
Dalam
rangka melestarikan kesuburan tanah (kimiawi, fisik dan hayati) dan mencegah
pencemaran air tanah, maka sistem pemupukan hayati perlu ditingkatkan dan
dikembangkan karena efeknya yang ramah lingkungan. Pendekatannya dengan
pemanfaatan input lokal (pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk
kascing, pupuk guano, dll) dan input luar yang ramah lingkungan misalnya
pemanfaatan bakteri Rhizobium (pada kacang-kacangan), cendawan Micoriza
(pada padi-padian) dan pupuk organik cair.
Peletakan Pupuk
Pupuk
Nitrogen yang dalam bentuk mudah larut, perlu diletakkan dekat dengan biji
tanaman sebagai pemacu tumbuh. Bila pemberian secara sebar maka kemungkinan
penguapan cukup besar dan dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan gulma. Pada
tanah basah yang memudahkan pupuk N mudah menguap maka dapat diatasi dengan
peletakan yang agak dalam.
Pupuk Fosfor, yang
diberikan dalam bentuk fosfat dapat larut dalam air tanah asam merupakan
pemupukan yang cukup efisien bila diberikan secara jalur.
Pupuk Kalium, peletakan yang terlalu dekat dari
pupuk kalium khiorida akan menyebabkan kerusakan asmotik pada biji tanaman.
Pupuk Daun, pada umumnya diberikan bagi pupuk yang mengandung unsur mikro
seperti Fe, Cu dan Mn. Namun penyemprotan pupuk N juga dilakukan pada tanaman
yang sudah tumbuh lanjut.
VIII.5
Perlindungan Tanaman
Pada budidaya tanaman faktor organisme
pengganggu tanaman (OPT) baik berupa hama (insekta, tikus, burung jenis
tertentu, dll) dan mikroba penyebab penyakit (cendawan, bakteri, virus) sebagai
perusak (secara fisik, kimiawi, dan biologik) maupun gulma sebagai kompetitor
tanaman (persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, energi cahaya matahari,
CO2, O2, ruang hidup) disertai zat allelopati yang
dikeluarkannya, sangat menentukan tingkat produksi dalam jumlah maupun mutu.
Tingkat dampak gangguan pada tanaman sejak yang paling ringan berupa hambatan
pertumbuhan/perkembangan, penurunan produk (jumlah dan mutu), kerusakan fatal
sehingga gagal panen (ledakan hama tikus di era enam puluhan dan hama wereng di
era tahun tujuh puluhan pada tanaman padi) bahkan kematian total tanaman
(ledakan hama kutu loncat pada lamtoro local di era tahun delapan puluhan).
Kejadian tersebut di atas minimal suatu
ilustrasi tentang besarnya tingkat gangguan pada keseimbangan hayati di alam,
sehingga populasi musuh alam (antara lain predator dan parasit) sudah tidak
seimbang lagi dengan populasi hama-hama tersebut di atas. Kondisi tersebut
dipicu terutama oleh penggunaan pestisida kimia murni yang tidak terkendali,
sehingga pencemaran atmosfer akan menekan kehidupan musuh-musuh alami hama.
Beberapa cara pengendalian organisme
pengganggu yang dikenal antara lain: (1) Cara teknik budidaya dititikberatkan
pengurangan populasi musuh alami (menghilangkan tanaman/bagian yang terserang,
pergiliran tanaman, pengaturan populasi tanaman, karantina tanaman/tumbuhan,
tanaman campuran); (2) Cara fisik (menghilangkan binatang hama dari tanaman,
pencabutan gulma, penggunaan zat penarik, penggunaan penangkap hama, perlakuan
panas untuk penyebab penyakit); (3) Cara hayati (pemanfaatan predator dan
parasit, penggunaan tanaman resisten, pemanfaatan binatang pengusir hama); (4)
Cara kimiawi dengan pestisida kimia murni di satu sisi positifnya adalah efek
lebih cepat tampak dan praktis dalam penanganan. Tetapi aplikasi yang tidak
tepat (takaran, cara, intensitas dan saat) justru dampak negatifnya akan
dirasakan jangka panjang dalam bentuk pencemaran (atmosfer, tanah dan air),
residu pada produk tanaman, keracunan pada manusia dan hewan, resistensi pada
hama dan penyebab penyakit. Cara
pengendalian inilah yang sangat mengancam kelestarian sumber daya alam
keseimbangan hayat di alam. Penggunaan cara kimia tersebut sebaiknya dilakukan
apabila cara lain yang lebih ramah lingkungan kurang berhasil. Penggunaan dan pengembangan pestisida hayat
dianggap dapat menutup kelemahan pestisida kimia murni.
Budidaya tanaman ganda
1. Multiple
Cropping
Penanaman lebih dari
jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun, yang termasuk
dalam sistem tanaman ganda yaitu Inter Cropping, Mixed Cropping dan Relay
Cropping.
a. Inter Cropping
Penanaman
serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan berselang-seling pada
sebidang tanah yang sama. Sebagai contoh tumpang sari antara Sorghum dan
tanaman kacang tunggak dan antara tanaman ubi kayu dan jagung atau kacang
tanah.
b. Mixed Cropping
Penanaman
dua atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada sebidang lahan
yang sama. Sistem tanam campuran lebih banyak diterapkan dalam usaha
pengendalian hama dan penyabab penyakit.
c. Relay Cropping
Penanaman sisipan adalah
penanaman suatu jenis tanaman kedalam pertanaman yang ada sebelum tanaman yang
ada tersebut dipanen, atau dengan istilah lain suatu bentuk tumpang sari dimana
tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama.
Sebagai contoh : padi
gogo dan jagung ditanam bersamaan kemudian ubi kayu ditanam sebagai tanaman
sela satu belan atau lebih sesudahnya.
2.
Sequantial Cropping
Penanaman lebih dari
satu jenis tanaman pada sebidang lahan dalam satu tahun, dimana tanaman kedua
ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian juga kalau ada tanaman
ketiga, tanaman ditanam setelah tanaman kedua dipanen.
DAFTAR
PUSTAKA
Asparno Mardjuki, 1990, Pertanian dan Masalahnya, Andi Offset, Yogyakarta
Gardner, F.P., R. Brent Pearce dan Roger
Mitchell, 1991, Fisiologi Tanaman Budidaya, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Harjadi, Sri Setyati, 1982, Pengantar Agronomi, PT. Gramedia,
Jakarta
Hasan Basri Jumin, 1991, Dasar-dasar Agronomi, CV. Rajawali,
Jakarta
Hendarto Kuswanto, 2003, Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta
Yusnita, 2003, Kultur
Jaringan, Agromedia, Pustaka, Jakarta
Kamil, J, 1982, Teknologi
Benih I, Universitas Andalas, Padang
Mahida, U.N., 1984, Pencemaran
air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Kata Pengantar Otto Soemarwoto,
Penerbit CV. Radjawali, Jakarta
Moenandir, J., 1994, Agronomi,
Fakultas Pertanian, UNIBRAW, Malang
Nuryadi, 1978, Kumpulan Makalah Lokakarya, Pola Tanam Tumpanggilir, Cipayung
Orchard, P.W. and D.C. Goodwin, 1979, Environmental Factors, Plant and Crop Growth, University of New England (AAUCS)
Rachman Sutanto, 2002, Penerapan Pertanian Organik, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Reijntjes, Coen., Bertus Haverkort dan Ann Waters Bayer, Pertanian Masa Depan, Pengantar Untuk
Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Rinsema, W.T., 1983, Pupuk
dan Cara Pemupukan, Terj. H.M. Saleh, Penerbit Bhratara Karya Aksara,
Jakarta
Rochiman, Koesriningroem dan Sri Setyati Harjadi, 1973, Pembiakan Vegetatif, Departemen
Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Sadjad, S., 1976, Agronomi
Umum, Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
No comments:
Post a Comment